Entri Populer

Senin, 24 Oktober 2011

Tajuk Minggu Ini


Oleh : Toto Cahyoto Ap.c
Kabar  dari Burung
Ada beberapa kabar  yang menjadikan poros aktifitas ini terus berputar. Dari kabar tersebut jadilah hukum katup yang menutup satu aspek dan membuka aspek lainnya. Jelas dua arah kebutuhan yang berbeda dari kabar yang sering  menjadi opini masyarakat yang tergiring.
Dari pihak yang di untungkan beredarnya kabar tersebut  merupakan bukti awal dari kebejatan si tertuduh walau entah terbukti atau tidak. Sementara dari pihak yang berlawanan dengan terbata menyatakan bahwa itu sebuah isu dan pembunuhan karakter yang dilemparkan lawan-lawannya.
Lalu bagaimana sikap kita?  Setidaknya itulah yang menjadi pertanyaan berjamaah di sisi pikiran masyarakat yang sebagian terjangkit gagap refresif yakni penyakit mudah tersulut amarah. Penyakit yang mungkin disebabkan sulitnya menyulut kompor untuk memasak atau bahkan sulitnya mencari apa yang akan di masak.
Kabar merupakan opini besar yang saat ini menjadi trend baru untuk  bermain dengan sebuah selentingan yang terkadang terisi kebenaran bahkan kosong yang diisi pembenaran. Ya, mungkin sekedar untuk unjuk gigi atau bahkan iseng-iseng berhadiah jika katup satu tertutup mungkin si penyebar kabar mendapat kesempatan eksis dalam panggung yang menjadi tujuan.
Saat ini, kabar yang seakan menjadi kabari bagi sebagian kelompok adalah adalah isu korupsi sistemik dari beberapa fungsionaris partai politik. Kabar tersebut seakan menjadi gerbang masuk untuk membuka aib partai dari sistem pencarian dana yang patpat gulipat menjadi ada. Walau entah dana terkumpul dari uang zin bahkan uang setan gundul. Yang bermain dengan uang rakyat.
Kabar yang sangat dramatis terdengar ketika Nazarudin berhasil lari satu hari sebelum pencekalan atas dirinya keluar. Sampai pada titik klimaknya Nazarudin tertangkap di Kolombia setelah pelesiran ke berbagai negara. Lalu dari penangkapan itu tersebar kabar yang saat ini menjadi bola panas, sejumlah petinggi partai terlibat korupsi berjamaah dengan mengandalkan taring politisi sampai pada obuse of power (Penyalahgunaan kewenangan) guna mendapatkan fee  dari proyek yang bersumber dari anggaran negara yang jelas uang rakyat.
Sesi berikutnya, tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan secara Juridis karena barang bukti telah di hilangkan oleh seseorang kabarnya, dari kejadian tersebut Michael Manupandu meradang karena dirinya sebagai Duta besar Indonesia untuk Kolombia seakan menjadi tertuduh dari kabar yang di lontarkan Nazarudin. Lagi lagi ini menjadi kabar mati suri yang dengan entengnya dikatakan perlu untuk di perdalam kembali kebenarannya. Dalam sesi ini masyarakat disuguhkan dagelan hukum sebagai lelucon.
Dari kabar itu pula timbul komite etik di ranah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang jelas memakai anggaran uang rakyat untuk akomodasi pembentukan. Komisi etik tersebut guna membahas etika para pimpinan KPK yang diduga terlibat penyalahgunaan kewenangan, dengan bertemu orang-orang yang bakal menjadi tersangka. Padahal ditemukan bahwa pertemuan Candra Hamzah sebatas reunian dengan teman lama. MASSAALLAH siraturahim saja ko repot.

Perjalanan kabarpun terus berlanjut, pasca pemeriksaan komite etik KPK, kini KPK mulai memeriksa beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang rata-rata duduk di Badan Angaran. Pemeriksaan tersebut terjadi akibat adanya kabar aliran sejumlah dana ke Badan Angaran yang mencair dari proyek di kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, giliran angota DPR yang meradang. KPK dianggap anak durhaka oleh beberapa anggota DPR, bahkan secara personal Fahri Hamzah politisi asal Partai Keadilan Sejahtera mengungkapkan menyesal telah memberikan tongkat kekuasaan KPK pada Busrol Muqoddas. Bahkan dirinya menjadi pelopor yang berapi-api untuk membubarkan komisi anti korupsi tersebut.
Timbulah kabar kisruh antara KPK Versus DPR, yang pada ahirnya kabar berlanjut pada Resuffle, jelas resuffle itu hak preogratif Presiden, tapi dengan entengnya Annis Matta yang merupakan Sekertaris Jerndral PKS mengungkapkan bahwa kadernya  tidak akan berkurang dari bangku kabinet karena PKS telah memiliki kontrak politik khusus sehingga jika ada kadernya yang di copot kontrak tersebut akan di beberkan kepada publik. Ini bukti presiden yang terlalu lemah sebagai kepala pemerintahan atau kurangnya etika para politisi. Padahal ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa jika ada lima Hidayat Nurwahid di tubuh PKS niscaya PKS akan semakin tinggi citra etikanya. Karena Hidayat Nurwahid merupakan politisi yang sangat santun dalam bertutur kata serta memiliki pembawaan kalem dan tidak berapi-api.
Dari kabar-kabar yang terjadi seperti diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa kabar tinggalah kabar seperti kabar dari burung . Karena terkadang menjadi kabar yang dibawa oleh burung. Tentang kebenarannya Walahhualambisawwab **** (Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Paguyuban Seni Bela diri dan Kebathinan Sangyang Wenang Poetra Pagedongan, aktif menulis cerpen, tajuk dan opini dibeberapa media)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar